Populer Post

Rabu, 21 Desember 2011

Tentang HKI


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
1.    Sejarah HKI
       Sebagai dampak dari globalisasi dan liberalisasi perdagangan, pembangunan industri dan perdagangan di Indonesia dihadapkan pada suatu tantangan yaitu persaingan yang semakin tajam. Dengan adanya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), liberalisasi perdagangan dalam APEC pada tahun 2010 untuk negara maju, dan tahun 2020 untuk negara berkembang, dan skema CEPT dalam rangka AFTA-ASEAN pada tahun 2003, maka gerak perdagangan dunia akan semakin cepat dan dinamis.
       Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tariff dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-Undang No.7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau dalam bahasa internasional disebut World Trade Organization (WTO)
       Lampiran yang berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intektual (HKI) adalah Trade Related Aspects of Intelletual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antar negara secara jujur dan adil, karena :
1.    TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard
2.    Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tanpa reservation
3.    TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif

       Masalah HKI tidak hanya semata-mata masalah teknis hukum tapi menyangkut kepentingan ekonomi. Pelanggaran HKI disamping dapat menimbulkan kerugian terhadap negara, penemu, masyarakat juga membawa dampak terhadap hubungan ekonomi, sosial budaya, hukum dan bahkan dapat menimbulkan ketegangan politik antar negara.
       Sejak berdirinya WTO, banyak kasus sengketa perdagangan yang diadukan karena melanggar ketentuan GATT/WTO. Kasus yang banyak dipersengketakan adalah masalah pembatasan impor, pelanggaran HKI, subsidi, diskriminasi pasar domestik dan diskriminasi standar barang. Selain masalah dalam ketentuan GATT/WTO tersebut terdapat kecenderungan pada negara-negara maju menggunakan kebijakan unilateral dan praktek-praktek perdagangan yang bersifat anti persaingan dalam menghambat impor dan melakukan proteksi domestik secara tidak wajar. Hal ini dilakukan dengan mengaitkan antara perdagangan dengan masalah lain. Kasus-kasus Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya Hak Cipta telah menjadi salah satu alasan beberapa negara untuk menghentikan fasilitas Sistem Preferensi Umum (GSP), sehingga menghambat ekspor produk Indonesia.

2.    Pengertian HKI
     Secara substantif pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu bahkan biaya. Adanya pengorbanan menjadikan karya yang dihasilkan  menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya dikatakan sebagai  assets perusahaan.
     Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi tau memperhatikan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hekekatnya pula, HKI dikelompokkan sebagai hak milik perseorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible)
     Pengenalan HKI sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dari sudut pandang HKI, aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan karya-karya inovatif, inventif dan produktif.

3.    Manfaat Hak Kekayaan Intelektual
1.    Manfaat HKI bagi dunia usaha, adalah adanya perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan atau pemalsuan karya intelektual yang dimilikinya oleh pihak lain didalam negeri maupun diluar negeri. Perusahaan yang telah dibangun mendapat citra yang positif dalam persaingan, apabila memiliki perlindungan hukum dibidang HKI.
2.    Manfaat HKI bagi inovator dapat menjamin kepastian hukum baik pada individu maupun kelompok serta terhindar dari kerugian akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain
3.    Manfaat HKI bagi pemerintah yaitu adanya citra positif pemerintah yang menerapkan HKI ditingkat WTO. Selain itu adanya penerimaan devisa yang diperoleh dari pendaftaran HKI
4.    Dapat digunakan sebagai sarana promosi untuk memperluas pasar produk
5.    Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana dengan masyarakat umum
6.    Pemegang hak dapat memberikan ijin atai lisensi kepada pihak lain

B.       LANDASAN HUKUM HKI
Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia antara lain :
1.    Undang-undang No.7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
2.    Undang-undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
3.    Undang-undang No.14 tahun 2001 tentang Paten
4.    Undang-undang No.15 tahun 2001 tentang Merek
5.    Undang-undang No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
6.    Undang-undang No.30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
7.    Undang-undang No.31 tahun 2000 tentang Desain Industri
8.    Undang-undang No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Sedangkan ditingkat internasional, tercatat setidaknya ada 22 perjanjian multilateral di bidang HKI, yang dikenal dengan konvensi, traktat, dan persetujuan yang dikelola oleh WIPO. Namun ada juga perjanjian yang tidak dikelola oleh WIPO, misalnya Universal Copyright Convention dikelola oleh UNESCO. Ada pula perjanijian internasional yang tidak secara khusus mengatur HKI tetapi menjadikan HKI sebagai salah satu isinya, contohnya adalah konvensi tentang keanekaragaman hayati (Biodiversity Convention) yang dikelola oleh komisi PBB untuk masalah lingkungan (UNCED)
Persetujuan yang terbaru adalah mengenai Aspek-aspek Dagang daripada HKI (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right including Trade in Counterfeit Goods atau TRIP’s), termasuk Perdagangan Barang-barang Tiruan yang dikelola oleh WTO. Indonesia adalah salah satu penandatangan perjanjian tersebut, oleh karena itu harus tunduk pada seluruh ketentuan didalamnya yang berkaitan dengan HKI. Disamping itu ada 5 (lima) konvensi internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, yaitu :
1.    Paris Convention for The Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, melalui Keputusan Presiden RI No. 15 tahun 1997.
2.    Patent Convention Treaty (PCT) and Regulatin under the PCT, melalui Keputusan Presiden RI No. 16 tahun 1997
3.    Trademarks Law Treaty, melalui Keputusan Presiden RI No. 17 tahun 1997
4.    Bern Convention for Protection of Leterary and Artistic Work, melalui Keputusan Presiden RI No.18 tahun 1997
5.    WIPO Copyright Trea[1]ty, melalui Keputusan Presiden RI No.19 tahun 1997

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sama pentingnya dengan perlindungan kepentingan ekonomi, terutama dalam perdagangan internasional. Pertikaian HKI sudah tidak lagi menjadi masalah teknis hukum, tetapi juga merupakan pertikaian dagang. Bilamana kepentingan dagang suatu negara terganggu, maka perselisihan politik tinggal soal waktu saja. Seperti pernah terjadi antara Republik Rakyat China (RRC) dengan Amerika Serikat (AS), pada awalnya bermula terutama dari sengketa dibidang Hak Cipta, yaitu permintaan AS agar RRC dengan tegas memberikan perlindungan terhadap program computer. Ketidakpuasan AS terhadap RRC yang dinilai tidak sungguh-sungguh dalam masalah ini, telah mendorong AS mengeluarkan ancaman sanksi berupa pencabutan preferensi dagang atas produk ekspor bernilai US$ 200 juta per tahun yang dinikmati RRC karena pemberian status ”Most Favoured Nation” (MFN) yang selama ini diberikan AS. Ancaman ini pada gilirannya telah menyulut ketegangan politik diantara kedua negara.
Harus diakui bahwa banyaknya kasusu-kasus pelanggaran HKI, khususnya Hak Cipta telah menjadi salah satu alasan bagi terganggunya hubungan ekonomi dan perdagangan antar negara.
Dibidang politik, gangguan juga dirasakan terutama dengan semakin seringnya pihak-pihak asing yang dirugikan kemudian melakukan tekanan-tekanan melalui jalur diplomatik. Meluasnya pelanggaran bahkan juga menghadirkan ancaman bagi ketertiban tatanan perekonomian, hukum dan bahkan sosial budaya.
Indonesia pernah pula mengalami bagaimana beberapa negara atau kelompok negara pernah mengancam untuk menghentikan fasilitas GSP (Generalized System of Preferences) yang diberikan terhadap beberapa komoditi ekspor Indonesia.
Dalam berbagai forum, telah banyak diungkapkan penilaian negatif terhadap Indonesia dalam hal penegakan hukum di bidang HKI ini. Diantaranya, Indonesia telah dinilai sebagai gudang atau sumber pembajakan Hak Cipta. Bilamana ini dikaitkan dengan upaya peningkatan ekspor non migas, dan upaya pertumbuhan industri di dalam negeri, maka dampak pelanggarah HKI, khususnya pelanggaran Hak Cipta di Indonesia akan secara langsung memukul sektor industri nasional. Pemanfaatan GSP yang diberikan AS pada Indonesia memang masih relatif kecil (US$ 29 juta-60 juta) pada pertengahan dasawarsa 80-an (Sumber Tim Keppres 34). Tetapi kalau dilihat kemampuan negara-negara Asia seperti Thailand, Taiwan dan India memanfaatkan fasilitas tersebut hingga mencapai rata-rata US$  600 juta per tahun, maka angka tersebut jelas merupakan peluang besar bagi pengembangan industri di Indonesia. Begitu pula ancaman Masyarakat Eropa (European Community) untuk mencabut fasilitas GSP yang mereka berikan kepada Indonesia. Dalam tahun 1987, fasilitas GSP yang dinikmati sektor industri tekstil dari ekspor mereka ke Eropa mencapai nilai ± US$ 600 juta.
Dari angka-angka sektor perdagangan internasional itu dapat dilihat betapa besar dampak pembajakan Hak Cipta atas kaset/CD lagu-lagu barat/asing atau Hak Cipta pada umumnya, terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Dalam pelaksanaan HKI, setiap perorangan ataupun badan hukum mendapat perlindungan sesuai ketentuan yang diatur dalam berbagai konvensi internasional dan perundang-undangan yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai berikut :
·           Konvensi Paris tentang Paten, Merek, Desain Industri dan Indikasi Geografis
·           Konvensi Bern tenang Hak Cipta dibidang karya tulis, pekerjaan artistik
·           Konvensi Roma tentang pemain sandiwara, program, penyiaran/rekaman suara, VCD.
·           Konvensi Washington tentang integrated circuit
·           Undang-undang RI No.7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
·           Undang-undang RI No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
·           Undang-undang RI No.13 tahun 1997 tentang Paten yang telah diperbaharui dengan Undang-undang RI No.14 tahun 2001 tentang Paten
·           Undang-undang RI No.14 tahun 1997 tentang Merek yang telah diperbaharui dengan Undang-undang RI No.15 tahun 2001 tentang Merek
·           Undang-undang RI No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
·           Undang-undang RI No.30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
·           Undang-undang RI No.31 tahun 2000 tentang Desai Industri
·           Undang-undang RI No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
·           Keppres No.15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention For The Protection Of Industrial Property and Convention Establishing The WIPO.
·           Keppres No.16/1997 tentang Pengesahan Paten Cooperation Treaty (PCT) and Regulation Under The PCT
·           Keppres No.17/1997 tentang Pengesahan Trade Mark Law Treaty
·           Keppres No.18/1997 tentang Pengesahan Bern Convention For The Protection Of Literary and Artistic Works


C.      DAMPAK SOSIALISASI HKI
Sejak Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian dan Perdagangan membentuk Klinik Konsultasi Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 1998 dan pembentukan Klinik Konsultasi Hak Kekayaan Intelektual Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat telah banyak memfasilitasi dan membantu sosialisasikan implementasi HKI pada masyarakat industry kecil dan menengah. Perangkat-perangkat yang dipersiapkan untuk mendukung penerapan HKI antara lain melatih fasilitator pada tingkat pusat maupun daerah.

III. MAKSUD DAN TUJUAN
  1. Untuk meningkatkan efektivitas perlindungan terhadap Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Produk Industri dan bidang-bidang HKI lainnya. Yang kesemuanya itu diharapkan dapat membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi tumbuh suburnya kreativitas dan inovatif masyarakat industri dan perdagangan khususnya, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya
  2. Klinik Konsultasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai wadah bernaungnya para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya serta memfasilitasi urusan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual.
  3. Agar para pelaku usaha mengetahui peraturan-peratuan mengenai HKI, sanksi-sanksi pelanggaran serta prosedur perdaftaran dibidang HKI
  4. Agar pelaku usaha termotivasi untuk melindungi hak-haknya serta melakukan inovasi pada produk industri yang menyangkut desain produk, teknologi proses serta pemakaian merek sendiri untuk didaftarkan


IV. POKOK-POKOK PROGRAM KLINIK HKI
Klinik Konsultasi HKI telah menetapkan berbagai program aksi yang meliputi :
a.       Membina dan memperkuat potensi masyarakat industri dan perdagangan, terutama Industri Dagang Kecil Menengah (IDKM) di Jawa Barat khususnya dan di Indonesia umumnya guna memajukan sistem Hak Atas Kekayaan Intelektual nasional
b.      Mengembangkan dan memajukan minat serta keahlian dibidang HKI guna menunjang pembangunan di Jawa Barat, khususnya di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi
c.       Menyebarluaskan dan menumbuh kembangkan pemahaman HKI menuju masyarakat Jawa Barat yang kreatif dan inovatif.
d.      Menggalang kerjasama dengan klinik/pengelola HKI di Jawa Barat
e.       Menyelenggarakan seminar, temu usaha, forum konsultasi dan forum serupa untuk dan antar klinik/pengelola HKI di lembaga perguruan tinggi atau LSM di bidang HKI maupun masyarakat pada umumnya
f.       Mengupayakan penerbitan karya ilmiah, jurnal, bulletin, dan publikasi lain dibidang HKI dan penyebarluasan dikalangan masyarakat industri dan perdagangan
g.      Memfasilitasi pendaftaran HKI pada Ditjen HKI Departemen Hukum dan HAM




Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright TPL - IKM Disperindagsar Kab.Subang 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all